Adalah tugas kebodohan untuk belajar agar menjadi pintar. Adalah tugas kepintaran agar belajar menjadi bijak. Jika pintar saja, tidak ada jaminan untuk bijak, apalagi jika bodoh. Tapi anehnya, menjadi pintar tanpa bijak akan menghasilkan bahaya yang lebih besar ketimbang bodoh. Bodoh meski bahaya tapi dayanya terbatas. Hutan akan baik-baik saja walau dicuri setiap hari bahkan oleh gabungan pencuri sekalipun, sepanjang mencuri itu hanya dilakukan oleh penduduk sederhana yang butuh untuk membuat rumah dan perabot. Tapi cukup dengan seorang pencuri pintar saja, maka seluruh hutan bisa lenyap dikuras ke luar negeri. Melihat gelagatnya, pintar jenis inilah yang sekarang berkembang.
Banyak kebodohan beranjak jadi pintar, tapi pintar tetap ditempatnya, kecuali untuk jadi alat kepentingan saja. Banyak kepintaran melihat peluang. Cepat menangkap prospek udang import misalnya, maka untuk salanjutnya akan membuahkan tambak-tambak terbengkalai dan ekologi pantai yang rusak. Pintar menciptakan proyek dan mengkreasi anggaran, tapi pembangunan seperti tidak menuju kemakmran. Bukan daya gunanya tapi hanya pembangunan fisiknya. Rumah ibadah dibaguskan dimana-mana. Tapi apa jadinya jika yang bagus cuma tembok, lantai dan atap, tapi tidak pada tata nilainya. Apa jadinya kalau pembangunan salah orientasi? Cuma berujung ironi. Akan banyak ilmu tak bermanfaat, banyak massa tidak menghasilkan apa-apa, bayak orang beribadah tapi sedikit yang diberi pentunjuk.Kepintaran sungguh alat menuju bijak, bukan kepentingan.
Kemerosotan yang pernah kita alami adalah hasil penurunan kepiñtaran dan kebijaksanaan. Jika ransum atlet dikorupsi, maka sulit untuk meminta atlet berperstasi. Bukan karena otot mereka lemah, tapi karena hatinya lemah oleh luka dan kecewa. Sepakbola bukan cuma urusan menendang bola, tapi juga organisasi. Organisasi di lapangan saja rumit, sehingga perlu mendatangkan pelatih dari luar negeri. Organisasi di luar lebih rumit lagi, apalagi untuk diisi oleh sekedar kepintaran dan jadi alat kepentingan. Seluruh sepakbola besar di dunia lahir ternyata lewat proses yang besar. Jadi kita tidak sedang kalah dalam soal bakat, tapi dalam tirakat. Dan tirakat itu sulit dilakukan oleh pihak yang hanya berisi kepentingan. Funtastic
By Prie GS
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !