Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan sembelihlah hewan ( qurban). Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (QS. Al-Kausar : 1-3)
Jakarta, JGC7 News - Sebentar lagi sahabat kita yang beragama muslim menyambut Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban. Pemberian nikmat oleh Allah kepada manusia tak terhingga. Anak isteri dan harta kekayaan adalah sebagian nikmat dari Allah. Kesehatan dan kesempatan juga nikmat yang sangat penting. Manusia juga diberi nikmat pangkat, kedudukan, jabatan, dan kekuasaan. Segala yang dimiliki manusia adalah nikmat dari Allah, baik berupa materi maupun non materi termasuk menjalin persahabatan di Jakarta Global Chat Tujuh. Namun bersamaan itu pula, semua nikmat tersebut sekaligus menjadi cobaan atau ujian, fitnah atau bala bagi manusia dalam kehidupannya.
Allah berfirman : Dan ketahuilah bahwasanya harta kekayaanmu dan anak-anakmu adalah fitnah (cobaan). Dan sesungguhnya Allah mempunyai pahala yang besar (QS. Al-Anfal : 28).
Meskipun Allah memberikan nikmat-Nya yang tak terhingga kepada manusia, tetapi dalam kenyataan Allah melebihkan apa yang diberikan kepada seseorang daripada yang lain. Sehingga ada yang kaya raya, cukup kaya, miskin, bahkan ada yang menjadi seorang papa, gelandangan, berteduh di kolong langit. Demikian juga ada yang menjadi penguasa ada yang rakyat jelata. Ada pimpinan/ kepala dan ada bawahan atau anak buah. Ini semua juga dalam rangka cobaan bagi siapa yang benar-benar mukmin dan siapa yang hanya mukmin di bibir saja. Salah satu bukti bahwa seorang mukmin telah lulus cobaan dalam nikmat harta kekayaan adalah ia dengan ikhlas mengunakannya untuk ibadah haji. Sehingga bagi orang demikian akan memperoleh haji yang mabrur. Sedang haji mabrur pahalanya hanyalah surga, sebagaimana sabda Nabi SAW : ?Orang yang dapat mencapai haji yang mabrur tiada pahala yang pantas baginya selain surga. (Al-Hadis).
Betapa gembira dan bahagianya orang kaya yang dapat mencapai haji mabrur demikian. Belum lagi jika ia sempat salat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, maka tiada terkira lagi pahalanya. Namun ini konteksnya adalah orang yang kaya. Sedang orang yang tidak mampu / miskin tidak perlu berkecil hati. Bagi kita yang tidak mampu , maka konteksnya terkandung dalam hadis Nabi SAW berikut : "Hajinya orang yang tidak mampu (ke tanah suci Makkah) adalah berpuasa pada hari Arafah (9 Zul Hijjah). Maka sangat disayangkan bila di antara kita ada yang menyia-siakan kesempatan dari Allah, yakni tidak mau berpuasa pada tanggal 9 Zul Hijjah yang disebut puasa Arafah itu.
Cobaan tentang harta kekayaan juga berkaitan dengan pelaksanaan ibadah udhiyah, yakni menyembelih hewan yang terkenal dengan hewan qurban di hari raya. Karena pada hari ini Allah mensyariatkan untuk ber-udhiyah (menyembelih hewan), maka hari raya ini disebut dengan hari raya Adha , wa biha sumiya yaumal-adha. Demikian juga penjelasan Rasulullah SAW : Hari raya fitrah (Idul Fitri) adalah pada hari manusia berbuka menyudahi puasa Ramadan. Sedangkan hari raya Adha (Idul Adha) adalah pada hari manusia ber-udhiyah (menyembelih hewan) (HR. Tirmizi). Maka salah satu bukti lagi bahwa seseorang lulus dari cobaan harta adalah ia dengan ikhlas mau mengunakannya untuk ber-udhiyah (menyembelih hewan), baik itu berupa sapi, kerbau, maupun kambing. Ini tergantung pada kemampuan masing-masing. Seekor kambing boleh digunakan untuk satu orang beserta keluarga seisi rumahnya. Sedang sapi atau kerbau boleh untuk tujuh orang beserta keluarga seisi rumah mereka masing-masing.
Daging sembelihan (qurban) ini termasuk syiar agama, yakni untuk dimakan, menjamu tamu, diberikan kepada yang meminta (orang miskin) atau yang tidak meminta (orang mampu). Daging ini juga boleh disimpan untuk dimakan hingga hari tasyrik (11,12,13 Zul Hijjah). Allah berfirman : Makanlah sebagiannya dan untuk memberi makan orang yang tidak meminta dan orang yang meminta. (QS. Al-Hajj : 36). Sementara Nabi bersabda : ?Makanlah, untuk memberi makan, dan simpanlah ! (HR. Muttafaq alaih) Sementara itu, cobaan besar terhadap sesuatu yang dimiliki manusia pernah dialami Abul Anbiya Khalilurrahman Ibrahim AS. Beliau telah lulus ujian atau cobaan dari Allah. Hal ini didokumentasikan dalam Al-Quran : ?Dan ketika Ibrahim diberi cabaan (bala) oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (berbagai cobaan), lalu Ibrahim lulus dalam cobaan itu. Allah berfirman, Sesungguhnya Aku menjadikan kamu hai Ibrahim Imam semua manusia .... (QS. Al-Baqarah : 124).
Kelulusan Ibrahim tidak hanya dalam melaksanakan perintah Allah, tetapi juga dalam kebijaksanaannya menyampaikan perintah itu kepada anaknya yang sangat dicintainya. Beliau tidak langsung mengambilnya tiba-tiba dan tidak pula mencari kelengahan, atau dengan taktik menculik, teror, dan intimidasi. Meskipun Ibrahim memiliki massa yang banyak, tetapi beliau tidak menggunakan massa agar anaknya bertekuk lutut di hadapannya. Perintah Allah disampaikannya dengan transparan penuh argumentasi Ilahiah. Sedangkan Ismail, anak yang patuh dan mengerti kedudukan orang tuanya dan posisinya sebagai anak, ia tidak membangkang dan tidak bimbang. Ismail memberikan jawaban yang memancarkan keimanan, tawaddu, dan tawakkal kepada Allah, bukan untuk menonjolkan kepahlawanan atau kegagahan, mencari popularitas. Ia tidak melakukan unjuk rasa yang konfrontatif tanpa mengindahkan akhlakul karimah atau dengan kekerasan untuk memprotes kehendak bapaknya.
Sungguh dua tokoh bapak dan anak ini merupakan uswah hasanah bagi umat manusia. Bahkan syariat Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yang dulunya telah diwahyukan Allah kepada Ibrahim (Asy-Syura : 13). Maka kita menyembelih hewan qurban (udhiyah) di hari Idul Adha ini termasuk meneladani sunnah Ibrahim, sebagaimana sabda Nabi SAW : Sunnatu abikum Ibrahim. (Sunnah bapakmu Ibrahim) (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Idul Adha memiliki makna yang penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita renungkan dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan Allah.
JGC Tujuh pada tahun ini memang tidak menyelenggarakan ibadah Qurban, namun makna dan semangat memperingati apa yang menjadi latar belakang peristiwa Idul Adha tersebut dapat menjadi teladan bersama sahabat JGC Tujuh dimanapun berada.
Akhirnya, semoga Idul Adha tahun ini dengan berbagai ibadah yang kita laksanakan dapat membangunkan kembali tidur kita . Kemudian, kita berihtiar lagi sekuat tenaga untuk memperbanyak amal saleh sebagai pelebur amal-amal buruk selama ini. Aamiin dan funtastic !
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !